Bapak Timothy Horman dan Mbak Theresia Tika Timothy adalah saksi hidup betapa hancurnya kemampuan berbahasa inggris saya waktu itu.

"Milka, why you are late?"Tanya Pak Timo pagi itu. Saya menyeka peluh saya, saya ketinggalan kereta pagi itu, dengan terbata-bata saya lalu menjawab "eng.. My Train is Gone"

Seisi ruangan besar kami tertawa terpingkal-pingkal, cuma Pak Timo yang tidak. "No Milka, You can say "I miss the train"" ajarnya.

Saya mengangguk-angguk. "I miss the train" ulang saya, meski pikiran saya saat itu berputar: "Kenapa jadi saya rindu kereta?" 🤔🤔🤔🤣

Saya beruntung punya atasan seperti Pak Timo dan Mbak Tere yang selalu push saya untuk break my ability limit, termasuk keterbatasan saya dalam berbahasa inggris.

Tahun berlalu, beberapa hari yang lalu saya berbincang dengan seorang adik kelas, ia agak sedikit risau karena esoknya akan menghadapi interview.

Gimana ya Kak, aku belum fasih bahasa inggris" Keluhnya.

"Ya belajarlah."

"Iya, aku punya temen yang bantu aku untuk conversation dalam bahasa inggris setiap kali kami ketemu, tapi aku belum PD aja." ujarnya

"Trus kamu mau mulai PD-nya kapan?" Tanya saya. "Bahasa Inggris tuh mesti practice, kalau kamu gak practice ya gak akan bisa"

"Hajar dulu aja" Nasihat saya, dan Saya bersungguh-sungguh mengucapkannya karena saya berkaca pada diri saya sendiri.

Ya, mampu berbahasa inggris tidak menjamin seseorang dapat diterima bekerja, tapi mampu berbahasa inggris akan menaikkan daya saing kita dibandingkan dengan kandidat-kandidat lain.

Dan saya sangat percaya, kemampuan berbahasa inggris, tidak berbanding terbalik dengan nasionalisme. Buktinya Bapak-Bapak bangsa kita dapat menguasai sejumlah bahasa, bukan cuma bahasa indonesia saja.

Lagipula jika kita tidak dapat berkomunikasi dengan bangsa lain, bagaimana mungkin kita dapat berdiri sejajar dengan mereka?

Anda setuju?