A Self Reminder: Respect Yourself

Jam di sudut layar laptop saya belum juga menunjukkan jam 9.00. saat Ina, salah satu junior saya dengan berapi-api menelpon.

"Mbak, kandidat gw yang harusnya masuk 1 April, tiba-tiba withdraw." adunya.

"Ya udah, lo cari lagilah" jawab saya santai sambil menyeruput teh melati saya.

"Dia kan udah tandatangan offering, tapi sama perusahaannya dinaikin lagi gajinya lebih tinggi " keluh Ina lagi.

"Trus mau bagaimana? Mau tetap paksa masuk? Janganlah, udah gak enak suasananya." Saran saya.

"Trus orangnya gak diapa-apain?" Kejar Ina tidak puas.

Saya tertawa. "Enaknya diapain?"

"Kita blacklist, dan sebarkan di jaringan HRD" Usul Ina lebih berapi-api lagi.

Saya tambah tertawa. "Menurutmu itu efektif?"

Ina terdiam. Lantas ia bertanya: "Kalau menurut Mbak diapain?"

Saya menyeruput teh saya lagi "Terima pengunduran dirinya, trus beri masukan pada dia."

"Masukan? Masukan apa?" Tanya Ina dengan nada tinggi.

"To put more respect to himself, to his own decisions, and to his own signature, karena sebenarnya dengan membatalkan offering yang sudah ia tandatangani, ia sedang menunjukkan ia tidak respect terhadap dirinya sendiri, terhadap keputusannya sendiri, dan terhadap tanda tangannya" Tukas saya.

Saya seakan melihat Ina mengangguk-angguk di ujung sana.

"Gw nggak pernah kepikiran begitu lho Mbak" akunya.

"Iye, lo kan cuma mikirin gara-gara dia, lo harus ulang lagi dari awal, diomelin atasan, diomelin user, iya kan?" tembak saya.

Ina tertawa " iya mbak"

"... eh elo kok kepikiran gitu sih mbak?" Tanya Ina

"Kan gw pernah melakukan itu, udah tandatangan tapi withdraw." Sahut saya.

"Oh ya? dimana?" Kejar Ina dengan nada kaget.

Saya tertawa. "Rahasia! Dimananya tidak terlalu penting, tapi pelajaran dari hal itu yang penting : kita harus menghargai diri kita sendiri, keputusan kita sendiri, dan tandatangan kita sendiri. Kalau kita tidak menghargai diri kita, keputusan kita dan tandangan kita, bagaimana kita bisa berharap orang lain akan melakukannya? ya kan Na?"

"Iya mbak, bagaimana kita bisa dipercaya tandatangan cheque ratusan juta ya?" Tambah Ina.

Saya tertawa " Udah kerja lagi sana. gw ada jadwal interview pagi" usir saya.

"Gw kapan mbak interviewnya?"

"Haha, nanti kalau udah ada open position yang fit buat elo" jawab saya.

"Bener yaaa? gw janji mbak : gw akan menghargai diri sendiri, menghargai keputusan gw, dan juga tanda tangan gw" janjinya.

"Ah masak? Kalau dikasih gaji dua kali lipat bagaimana?" ledek saya.

"Ya kalau itu susah juga ya."Ina tertawa.

Saya ikut tertawa, "Sebab itu, pikirkanlah baik-baik sebelum mengambil keputusan, bulatkan hati, bawa dalam doa, jangan sekedar karena emosi saja. Keputusan yang hanya berdasarkan emosi akan mudah berubahnya. Tapi kalau keputusan dari kebulatan hati, karena kita tahu tujuan hidup kita, dan apa yang harus kita lakukan untuk menuju kesitu, kita akan teguh, tidak mudah digoda oleh uang berapapun" nasihat Saya.

"Siaaap Mbak"

"Udah ya na, Byeee" Saya memutus hubungan telepon karena saya tahu sesi interview saya harus segera dimulai.


Sambil menghabiskan teh saya, saya menulis di buku saya, sebuah reminder untuk diri saya sendiri: Respect yourself, respect your own decisions, respect your own signatures.



Have a Great Day Great People

Be Blessed!


Milka Santoso

Great to Great Consultant

www.greattogreat.com