Sharing (About) Good Opportunity

Sambil menyetir, Nina, sahabat saya bercerita “Mil, masih ingat samal Yos?” Tanyanya.

“Eh iya, sudah kerja di mana dia? Gw denger dia udah pindah ke ….. ya?” saya menyebutkan nama sebuah start up di kawasan Jakarta Barat.

Nina menggeleng “udah pindah lagi!”

“Hah? Serius?” Seru saya kaget “Kemana?”

“Ke…” Nina menyebutkan nama satu perusahaan yang saya tidak pernah dengar sebelumnya.

“Itu perusahaan apa ya?” Tanya saya.

Start up juga, cuma mereka lebih ke Fintech gitu” Sahut Nina.

“Oh… belum pernah denger gw…” Gumam saya.

“Nah itu Mil, si Yos tuh makin lama makin pindah ke perusahaan yang makin gak bagus. Bukan masalah gak terkenalnya, tapi size perusahaannya.” Keluh Nina sambil memutar kemudi.

“Ehm… gak ada yang salah dong, pindah ke perusahaan yang lebih kecil…”Protes saya.

Yup. If you do something there to make it Bigger” Potong Nina.

Saya terdiam, mendengarkan.

“Gw setuju sama elo Mil, nggak salah kita pindah ke tempat yang lebih kecil, asalkan kita lakukan sesuatu di sana, buat perusahaan itu lebih baik, buat perusahaan itu lebih besar…”

“Dan Yos?” Tanya saya.

Nina memalingkan wajahnya ke arah saya sebentar, untuk menunjukkan wajah mendeliknya “Ya nggak lah, berapa bulan bisa buat apa?”

“Ya kan start up Nin, kita kan sering bilang, di start up-start up, jam dinding mereka mutarnya lebih cepat dari jam dinding kita” Tukas saya.

Nina menggeleng “Tetap gak bisa Mil, ada beberapa hal yang gak bisa kita karbit, Proven Perform Experience salah satunya.”

“Hm… kalau begitu kenapa si Yos pindah lagi ya?” Gumam saya.

“Ya gaji lebih tinggi lah, Start up -Start up kayak gitu kan masih banyak yang duitnya masih di modalin Angel Investor, nah masalahnya mereka gak ngitung bener-bener Financial Planning Term and Conditionnya.” Sahut Nina.

“Ya, kalau gitu gak ada yang salah dong Nin, kan gajinya lebih tinggi?” Pancing saya.

Nina mendengus “ Lo tahu lah maksud gw Mil, lo sendiri yang pernah bilang, ukuran keberhasilan kita di pekerjaan itu, bukanlah mendapat gaji yang lebih tinggi, tapi apa yang sudah kita lakukan untuk memajukan perusahaan, artefak-artefak apa yang kita tinggalkan.”

Saya tersenyum kecil, mengingat kata-kata saya sendiri yang disebutkan ulang oleh Nina.

“Gaji makin tinggi… perusahaan makin kecil…. Pindah-pindah dalam hitungan bulan… gimana gw bisa jual ke klien gw ya?” Tanya saya kusut, sejurus kemudian, saat saya membayangkan profil Yos di kertas rekomendasi saya.

Nina mengangguk “Nah itulah yang gw maksud Mil, sebentar lagi Yos akan ada di satu titik dimana dia udah gak bisa kemana-mana lagi, sekalipun nanti bisa pindah, kemungkinan gajinya akan Drop

Saya menelan ludah, saya tahu itu bisa terjadi, saya sempat melihatnya pada beberapa orang kandidat saya.

Hujan rintik-rintik mulai turun, Nina memainkan wiper.

“Sekarang gw tahu kenapa dulu Pak Angga, menahan gw abis-abisan pada waktu gw akan keluar dari ….” Nina menyebut nama perusahaan pertamanya.

“Sampai gw dapat kerjaan dengan posisi yang lebih strategis, di perusahaan yang jauh lebih besar, baru dia berani ngelepas gw” sambungnya.

Saya terdiam mendengarkan.

“Ternyata itu bukan semata-mata for company sake Mil, itu buat gw juga, buat perjalanan karir gw...” ucap Nina dengan gaya drama.

Saya tertawa “Iya Nin… jangan nangis Nin…” Ledek saya.

Andaikan sedang tidak menyetir, Nina tentu akan memukul saya dengan boneka bantal di pangkuannya.


“Oke Nin, gw turun depan aja ya…” Ucap saya melihat halte kecil tak jauh di depan kami.

“Memang Matthew udah sampai mana?” Nina menyebut nama suami saya.

Saya memeriksa Handphone Saya, “Harusnya sih udah deket, paling lima menitan lagi sampe”

“Ok, salam buat Matthew ya.” Ujarnya sambil meminggirkan mobil putihnya.

Thank you, and see you in the next meeting” Pamit saya.

Nina mengangguk, melambai, lalu memajukan mobilnya memasuki antrian kendaraan yang akan masuk ke jalan tol.


Saya memandangnya, percakapan dalam perjalanan dengan Nina sore ini banyak mengingatkan saya, tentang arti pekerjaan, perencanaan karir dan tujuan hidup.

Saya selalu ingat satu komitmen bersama yang saya bangun bersama suami, mengenai bisnis dan perjalanan karir kami: “Setiap keputusan strategis yang kami ambil, baik dalam bisnis ataupun dalam karir, harus membawa kami one step closer to our destiny

Oleh sebab itu, sejak belasan tahun lalu, kami selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan, baik saat kami mendapat offering pekerjaan, saat kami mendapat kesempatan untuk pindah bagian, ataupun saat kami melihat opportunity untuk memasuki bisnis yang baru.

Saya tidak setuju perkataan yang mengatakakan “Kita harus mengambil setiap kesempatan yang datang, kesempatan yang sama tidak datang dua kali”

Ya memang, kesempatan yang sama tidak datang dua kali, tapi bisa jadi, setelah itu datang kesempatan yang lebih besar! Not Every Opportunity is a Good Opportunity, kita harus melihat semua kesempatan yang datang, tapi bukan berarti kita harus mengambil semuanya.

Seorang teman lama saya menulis di statusnya beberapa minggu yang lalu “Sometimes we must to pass Good Opportunity, so we can see the Great Opportunity”

Can’t Agree More.


Sebuah mobil Silver merapat di depan saya, “Malam Bu, Bu Milka?” Matthew menyapa saya dengan gaya driver online, sambil menurunkan kaca jendela mobil kami.

Saya tertawa, masuk duduk di sampingnya, dan menghadiahinya sebuah sun mesra.

“Lagi mikirin apa?” Tanya Matthew sambil memutar kemudinya memasuki jalur tengah.

Saya tersenyum “Lagi mikirin bedanya Good Opportunity and Great Opportunity, bahan tulisan artikel aku berikutnya”

……….



Have a Great Day Great People


Be Blessed!



Great Cheers,


Milka Santoso

Great to Great Consultant

www.greattogreat.com